Malam itu (th.2005) ada keributan di salah satu rumah kos di samping gedung sekolah SD 32 daerah Kampung Kelawi di kota Bengkulu. Kejadian saat itu, ada dua sejoli yang sedang asyik bercinta lupa diri hingga sampai larut malam. Hal ini, oleh dua orang saudara yang sedang mabuk mengambil kesempatan dalam kesempitan. Dua sejoli itu dipaksa dipinta uang sebagai uang untuk tutup mulut, jika tidak memberi uang pemabuk itu mengancam akan melaporkan perbuatan mereka kepada pak RT.
Mendengar ancaman itu, lelaki itu langsung naik pitam dan mengeluarkan senjata tajam yang diambilnya dari dalam tasnya. Terjadilah perkelahian antara mereka. Salah satu dari seorang pemabuk, bagian perutnya terluka oleh goresan pisau tajam, karena terluka parah kakaknya langsung naik pitam terjadilah perkelahian sengit antara mereka. Karena gelapnya malam tak ada satupun orang yang melihat kejadian yang bisa melerainya, lelaki itu melindungi diri dan tanpa sadar menaiki seng rumah tetangga dengan membaca mantera-mantera harimau. Siapa sih, yang bisa melompat dan memanjat seng dengan lincah seperti kera jika tidak berilmu?. Suara berisiknya membangunkan yang punya rumah. Salah satu anak lelakinya emosi dan marah, berteriak keras karena dia berpikir terjadi kemalingan di dalam rumahnya. Tetangga disekitarnya terbangun karena mendengar ada keributan di luar rumahnya.
Akhirnya kesalahpahaman dan duduk persoalan sudah jelas, dan perdamaian telah dilakukan antara mereka oleh penduduk setempat. Salah seorang pemabuk tadi meninggalkan tempat kejadian, pulang duluan dengan berjalan terseret-seret membawa dan menahan luka ditubuhnya yang berlumuran darah. Darahnya berceceran di sepanjang lorong kecil itu.
Keesokan pagi, nampak sekali ada jejak tetesan darah di depan rumahku. Akupun jadi teringat kejadian tadi malam. Salah satu tetanggaku bergumam:
“Darah ini kalo terkena tetesan jeruk nipis, maka yang memiliki darah ini akan berteriak jika dia meninggal”, ujarnya sambil memandang jauh ke arah jalan dengan tatapan kosong.
Rumah kosku sangat besar sekali, berlantai keramik dengan fasilitas air PAM dan ruang tamu yang luas. Tapi yang aku heran tak ada yang mau menyewa di sana, meskipun tarifnya sangat murah, kecuali hanya aku yang berani tinggal disana bersama Ema yang menunggu kosan orang tuanya, sambil bersekolah di SMA dengan keponakkan lelakinya yang masih duduk di bangku SMP. Ema orangnya supel, dan orangtuanya petani yang berduet, di dusun itu pun hanya orang tuanya yang membuka toko warung manisan. Selain toke kopi, bapaknya pun menjual hasil bumi rempah-rempah, durian, ke daerah Jawa. Sehingga jika Ema mudik dari dusunnya, dia selalu membawa hasil panen dari kebunnya dan semua perlengkapan kebutuhan dapur dan rumah tangga. Ema selalu membawa uang dalam jumlah banyak. Tak heran, jika temannya banyak karena dia selalu rajin mentraktir teman-temannya.
Sore itu Ema mengajakku ke tempat orang pintar, ingin berobat katanya. Orang-tuanya seringkali membawanya ke tempat dokter, tetapi saat itu sakit yang dihidapnya tak kunjung sembuh. Jika menjelang malam hari tiba tubuhnya selalu meriang, sehingga badannya kurus tak bertenaga.
Di rumah seorang dukun, kami diberikan sebotol air aqua yang sudah dijampi-jampi dan ditaburkan bunga dan minyak wangi dari Mekah, kata dukun itu promosi.
“Air ini tolong siramkan ke seluruh penjuru rumah, jangan ada airnya tidak mengenai tanah karena rumah itu harus dipagar gaib dan jangan lupa bacakan ini!” perintah sang dukun sambil memberi secarik kertas dengan ku.
Sore itu juga aku membawa air aqua dari seorang dukun dan menyiram ke seluruh tiap penjuru sudut rumah. Menunggu malam tiba kami duduk di teras rumah sambil bergosip-ria tentang kejadian semalam. Rupanya keributan tadi malam, kedua orang pemabuk berada di rumah sakit dalam keadaan kritis, salah seorang saudaranya meninggal dunia, karena luka ditubuhnya terjadi pendarahan yang sangat banyak. Masyarakat di kampung Bali banyak yang bersyukur dengan kejadian itu, rupanya selama ini dia menjadi biang onar, karena mereka sering memaksa dan memeras penduduk setempat.
Bayangkan, jika kehadiran kita, ada yang merasa terusik dan terganggu. Sumpah serapah, makian, sakit hatinya, maka doa mereka akan cepat dijabah oleh Tuhan. Kita telah melihat dan menyaksikan sendiri, banyak sekali tingkah laku manusia yang semena-mena tanpa batas akhirnya berakhir dengan cerita kehidupan yang sangat menyedihkan. Hukuman Tuhan benar ada loh……! Itu baru hukuman di dunia, belum lagi siksa di akhirat. Biar tidak kaya, asal hidup berkah dunia dan akhirat, dan jauh dari sumpah orang – orang yang teraniayah!.
Tengah malam tiba, aku terbangun dengan suara lengkingan kuat dari luar rumah. Tapi yang anehnya, apa ada suara manusia yang berteriak malam hari seperti ini?. Aku sangat merinding karena suaranya bukan seperti manusia, sepertinya berasal dari alam lain. Akhirnya aku pindah ke kamar Ema, yang bersama saudaranya dari dusun yang sedang ngumpul satu kamar.
Malam itu aku tidak bisa tidur nyenyak. Keponakan Ema yang masih berumur sekitar 3 tahunan itu keluar dari kamar, duduk di kursi tamu. Seperti orang dewasa, dia bercerita panjanglebar dan ingin menjaga motor orangtuanya yang diletakkan dalam ruangan tamu. Sambil menunggu motor, akhirnya dia tertidur pulas. Ibunya membawanya ke kamar lagi.
Aku pun belum pulas juga tidur, adik kecil itu terbangun. Aku merasa kalo dia duduk didekatku. Aku terbangun sambil mengusap-ngusap mata, sambil melihat adik itu duduk disampingku. Dengan melihat ke suatu arah adik itu memandang dengan tajam, aku pun ikut menoleh dan berteriak.
“Aaaaaaaaaauu………..!!” teriakanku membangunkan orang yang sedang tidur. Aku melihat di depanku sesosok aura gelap bayangan makhluk berambut panjang yang sedang posisi duduk sedang tidur. Aku bercerita mengenai kejadian itu, tapi tidak ada yang mempercayai karena mereka mengatakanku seorang penakut dan hanya berhalusinasi saja.
Keesokan siang harinya aku bertanya kepada tetangga, apakah mereka mendengar suara orang berteriak di malam hari. Sebagian ada yang mendengar suara lengkingan itu, tapi mereka juga tidak menganggapnya begitu penting. Karena masing-masing kembali dengan rutinitas hidup rumah tangganya, karena sebagian dari penduduk disitu mata pencariannya tidak menetap. Ada yang lebih penting, mereka harus mencari uang untuk membeli beras dan laukpauknya, dan harus menyisihkan uang untuk membayar kontrak rumah. Makhluk aneh dan suara ajaib itu tetap menjadi renungan saya seorang diri.
Aku menyimpulkan sendiri apakah ada kaitannya suara gaib itu dengan air aqua yang diisi bunga dan jeruk nipis yang kusiram di sekeliling rumahku mengenai darah orang yang telah meninggal kemarin malam, sehingga dia (alm) berteriak kesakitan. Tapi fenomena apa pula, yang terjadi tadi malam yang membuat mataku susah terpejam dengan munculnya bayangan gaib. Seandainya itu hanya ilusiku saja, tingkah laku anak kecil itu menjawab tentang kebenaran dugaan tentang fakta itu.
Di usia anak-anak, mereka belum memiliki napsu, rasa benci, iri yang mengotori hatinya, sehingga alam bawah sadar dan batinnya dengan tajam bisa menangkap dan merasakan keberadaan makhluk halus dari alam lain. Seorang bayi sering menangis di malam hari dengan suara yang berbeda, tetapi orang tuanya mengetahui dan merasakan kalo ada makhluk halus yang sedang mengganggunya.
Aku berpikir keras lagi, ini ada beberapa makhluk yang sedang menggangguku? Sebuah suara lengkingan yang membuat aku merinding dan makhluk aneh yang menganggu tidurku. Berarti dua makluk dari dimensi alam luar yaitu suara kesakitan orang yang meninggal dunia, dan makhluk halus (jin) yang kuusir dengan air jimat untuk memagari rumah kosku.
Cerita alam gaib tidak habis-habisnya jika kita membicarakannya, dari zaman dahulu sampai era modern orang masih tetap mempercayai keberadaannya walaupun ada beberapa sebagian orang yang menganggapnya hal yang mustahil. Dari fenomena itu aku hanya berpikir, untuk mengusir musuh besar (JIN) kita tidak bisa melawannya apalagi menganggu keberadaannya. Kita harus berhati bersih dan mempunyai iman yang tinggi baru bisa menyingkirkannya. Hal itu tidak sulit bagi umatnya yang sering melakukan kewajiban dan menjauhkan larangan-Nya dengan istiqomah.
Begitu juga dalam kehidupan bermasyarakat, ekonomi yang sangat morat-marit tak menentu, napsu hidup yang tidak ada batasnya, memancing emosi dan jiwa manusia berprilaku setan. Kita berusaha bijak untuk sabar, tapi apakah kesabaran itu bisa tetap kita miliki jika di lingkungan kita, manusia berhati setan akan tetap ada untuk menguji kesabaran kita?, jika masih terpancing dengan kemarahan dan kebencian, berarti kita sama setannya dengan mereka, karena darah kita masih dialiri dengan kemarahan dan kebencian yang merupakan setan terbesar dalam diri kita. Jadi, bersihkan dulu hatimu atau jadilah sebuah sapu yang bersih untuk membersihkan lantai yang kotor agar lantainya menjadi bersih. Karena bagaimana mau bersih jika sapunya sendiri penuh dengan kotoran?
BACA JUGA
Mendengar ancaman itu, lelaki itu langsung naik pitam dan mengeluarkan senjata tajam yang diambilnya dari dalam tasnya. Terjadilah perkelahian antara mereka. Salah satu dari seorang pemabuk, bagian perutnya terluka oleh goresan pisau tajam, karena terluka parah kakaknya langsung naik pitam terjadilah perkelahian sengit antara mereka. Karena gelapnya malam tak ada satupun orang yang melihat kejadian yang bisa melerainya, lelaki itu melindungi diri dan tanpa sadar menaiki seng rumah tetangga dengan membaca mantera-mantera harimau. Siapa sih, yang bisa melompat dan memanjat seng dengan lincah seperti kera jika tidak berilmu?. Suara berisiknya membangunkan yang punya rumah. Salah satu anak lelakinya emosi dan marah, berteriak keras karena dia berpikir terjadi kemalingan di dalam rumahnya. Tetangga disekitarnya terbangun karena mendengar ada keributan di luar rumahnya.
Akhirnya kesalahpahaman dan duduk persoalan sudah jelas, dan perdamaian telah dilakukan antara mereka oleh penduduk setempat. Salah seorang pemabuk tadi meninggalkan tempat kejadian, pulang duluan dengan berjalan terseret-seret membawa dan menahan luka ditubuhnya yang berlumuran darah. Darahnya berceceran di sepanjang lorong kecil itu.
Keesokan pagi, nampak sekali ada jejak tetesan darah di depan rumahku. Akupun jadi teringat kejadian tadi malam. Salah satu tetanggaku bergumam:
“Darah ini kalo terkena tetesan jeruk nipis, maka yang memiliki darah ini akan berteriak jika dia meninggal”, ujarnya sambil memandang jauh ke arah jalan dengan tatapan kosong.
Rumah kosku sangat besar sekali, berlantai keramik dengan fasilitas air PAM dan ruang tamu yang luas. Tapi yang aku heran tak ada yang mau menyewa di sana, meskipun tarifnya sangat murah, kecuali hanya aku yang berani tinggal disana bersama Ema yang menunggu kosan orang tuanya, sambil bersekolah di SMA dengan keponakkan lelakinya yang masih duduk di bangku SMP. Ema orangnya supel, dan orangtuanya petani yang berduet, di dusun itu pun hanya orang tuanya yang membuka toko warung manisan. Selain toke kopi, bapaknya pun menjual hasil bumi rempah-rempah, durian, ke daerah Jawa. Sehingga jika Ema mudik dari dusunnya, dia selalu membawa hasil panen dari kebunnya dan semua perlengkapan kebutuhan dapur dan rumah tangga. Ema selalu membawa uang dalam jumlah banyak. Tak heran, jika temannya banyak karena dia selalu rajin mentraktir teman-temannya.
Sore itu Ema mengajakku ke tempat orang pintar, ingin berobat katanya. Orang-tuanya seringkali membawanya ke tempat dokter, tetapi saat itu sakit yang dihidapnya tak kunjung sembuh. Jika menjelang malam hari tiba tubuhnya selalu meriang, sehingga badannya kurus tak bertenaga.
Di rumah seorang dukun, kami diberikan sebotol air aqua yang sudah dijampi-jampi dan ditaburkan bunga dan minyak wangi dari Mekah, kata dukun itu promosi.
“Air ini tolong siramkan ke seluruh penjuru rumah, jangan ada airnya tidak mengenai tanah karena rumah itu harus dipagar gaib dan jangan lupa bacakan ini!” perintah sang dukun sambil memberi secarik kertas dengan ku.
Sore itu juga aku membawa air aqua dari seorang dukun dan menyiram ke seluruh tiap penjuru sudut rumah. Menunggu malam tiba kami duduk di teras rumah sambil bergosip-ria tentang kejadian semalam. Rupanya keributan tadi malam, kedua orang pemabuk berada di rumah sakit dalam keadaan kritis, salah seorang saudaranya meninggal dunia, karena luka ditubuhnya terjadi pendarahan yang sangat banyak. Masyarakat di kampung Bali banyak yang bersyukur dengan kejadian itu, rupanya selama ini dia menjadi biang onar, karena mereka sering memaksa dan memeras penduduk setempat.
Bayangkan, jika kehadiran kita, ada yang merasa terusik dan terganggu. Sumpah serapah, makian, sakit hatinya, maka doa mereka akan cepat dijabah oleh Tuhan. Kita telah melihat dan menyaksikan sendiri, banyak sekali tingkah laku manusia yang semena-mena tanpa batas akhirnya berakhir dengan cerita kehidupan yang sangat menyedihkan. Hukuman Tuhan benar ada loh……! Itu baru hukuman di dunia, belum lagi siksa di akhirat. Biar tidak kaya, asal hidup berkah dunia dan akhirat, dan jauh dari sumpah orang – orang yang teraniayah!.
Tengah malam tiba, aku terbangun dengan suara lengkingan kuat dari luar rumah. Tapi yang anehnya, apa ada suara manusia yang berteriak malam hari seperti ini?. Aku sangat merinding karena suaranya bukan seperti manusia, sepertinya berasal dari alam lain. Akhirnya aku pindah ke kamar Ema, yang bersama saudaranya dari dusun yang sedang ngumpul satu kamar.
Malam itu aku tidak bisa tidur nyenyak. Keponakan Ema yang masih berumur sekitar 3 tahunan itu keluar dari kamar, duduk di kursi tamu. Seperti orang dewasa, dia bercerita panjanglebar dan ingin menjaga motor orangtuanya yang diletakkan dalam ruangan tamu. Sambil menunggu motor, akhirnya dia tertidur pulas. Ibunya membawanya ke kamar lagi.
Aku pun belum pulas juga tidur, adik kecil itu terbangun. Aku merasa kalo dia duduk didekatku. Aku terbangun sambil mengusap-ngusap mata, sambil melihat adik itu duduk disampingku. Dengan melihat ke suatu arah adik itu memandang dengan tajam, aku pun ikut menoleh dan berteriak.
“Aaaaaaaaaauu………..!!” teriakanku membangunkan orang yang sedang tidur. Aku melihat di depanku sesosok aura gelap bayangan makhluk berambut panjang yang sedang posisi duduk sedang tidur. Aku bercerita mengenai kejadian itu, tapi tidak ada yang mempercayai karena mereka mengatakanku seorang penakut dan hanya berhalusinasi saja.
Keesokan siang harinya aku bertanya kepada tetangga, apakah mereka mendengar suara orang berteriak di malam hari. Sebagian ada yang mendengar suara lengkingan itu, tapi mereka juga tidak menganggapnya begitu penting. Karena masing-masing kembali dengan rutinitas hidup rumah tangganya, karena sebagian dari penduduk disitu mata pencariannya tidak menetap. Ada yang lebih penting, mereka harus mencari uang untuk membeli beras dan laukpauknya, dan harus menyisihkan uang untuk membayar kontrak rumah. Makhluk aneh dan suara ajaib itu tetap menjadi renungan saya seorang diri.
Aku menyimpulkan sendiri apakah ada kaitannya suara gaib itu dengan air aqua yang diisi bunga dan jeruk nipis yang kusiram di sekeliling rumahku mengenai darah orang yang telah meninggal kemarin malam, sehingga dia (alm) berteriak kesakitan. Tapi fenomena apa pula, yang terjadi tadi malam yang membuat mataku susah terpejam dengan munculnya bayangan gaib. Seandainya itu hanya ilusiku saja, tingkah laku anak kecil itu menjawab tentang kebenaran dugaan tentang fakta itu.
Di usia anak-anak, mereka belum memiliki napsu, rasa benci, iri yang mengotori hatinya, sehingga alam bawah sadar dan batinnya dengan tajam bisa menangkap dan merasakan keberadaan makhluk halus dari alam lain. Seorang bayi sering menangis di malam hari dengan suara yang berbeda, tetapi orang tuanya mengetahui dan merasakan kalo ada makhluk halus yang sedang mengganggunya.
Aku berpikir keras lagi, ini ada beberapa makhluk yang sedang menggangguku? Sebuah suara lengkingan yang membuat aku merinding dan makhluk aneh yang menganggu tidurku. Berarti dua makluk dari dimensi alam luar yaitu suara kesakitan orang yang meninggal dunia, dan makhluk halus (jin) yang kuusir dengan air jimat untuk memagari rumah kosku.
Cerita alam gaib tidak habis-habisnya jika kita membicarakannya, dari zaman dahulu sampai era modern orang masih tetap mempercayai keberadaannya walaupun ada beberapa sebagian orang yang menganggapnya hal yang mustahil. Dari fenomena itu aku hanya berpikir, untuk mengusir musuh besar (JIN) kita tidak bisa melawannya apalagi menganggu keberadaannya. Kita harus berhati bersih dan mempunyai iman yang tinggi baru bisa menyingkirkannya. Hal itu tidak sulit bagi umatnya yang sering melakukan kewajiban dan menjauhkan larangan-Nya dengan istiqomah.
Begitu juga dalam kehidupan bermasyarakat, ekonomi yang sangat morat-marit tak menentu, napsu hidup yang tidak ada batasnya, memancing emosi dan jiwa manusia berprilaku setan. Kita berusaha bijak untuk sabar, tapi apakah kesabaran itu bisa tetap kita miliki jika di lingkungan kita, manusia berhati setan akan tetap ada untuk menguji kesabaran kita?, jika masih terpancing dengan kemarahan dan kebencian, berarti kita sama setannya dengan mereka, karena darah kita masih dialiri dengan kemarahan dan kebencian yang merupakan setan terbesar dalam diri kita. Jadi, bersihkan dulu hatimu atau jadilah sebuah sapu yang bersih untuk membersihkan lantai yang kotor agar lantainya menjadi bersih. Karena bagaimana mau bersih jika sapunya sendiri penuh dengan kotoran?
BACA JUGA
No comments:
Post a Comment